LONDON, KOMPAS.com – Perusahaan minyak asal Inggris British Petroleum ( BP) mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja ( PHK) terhadap 10.000 pegawainya.
Ini menyusul anjloknya permintaan minyak global akibat pagebluk virus corona.
Dilansir dari BBC, Selasa (9/6/2020), BP telah menunda pemangkasan jumlah pegawai saat pandemi virus corona mencapai puncaknya.
Namun, BP menyatakan kepada pegawai pada awal pekan ini bahwa pemangkasan jumlah pegawai sebanyak 15 persen di seluruh dunia akan dilakukan hingga akhir tahun ini.
Pihak BP tidak menjelaskan secara rinci terkait jumlah pegawai yang akan dirumahkan di Inggris, namun kabarnya hampir 2.000 orang.
CEO BP Bernard Looney menyatakan, pemangkasan jumlah pegawai dilakukan lantaran anjloknya harga minyak dunia.
” Harga minyak telah anjlok ke bawah level yang kita butuhkan untuk kembali mencetak laba. Kita mengeluarkan (uang) jauh lebih banyak dari yang kita dapatkan. Saya bicara tentang jutaan dollar AS, setiap hari,” ujar Looney dalam e-mail yang dikirimkan kepada para pegawai.
Banyak pemerintahan negara di seluruh dunia meminta warganya tetap di rumah dan tidak bepergian. Ini menyababkan merosotnya permintaan akan minyak.
Imbasnya, harga minyak anjlok hingga ke level tak sampai 20 dollar AS per barrel pada puncak krisis virus corona. Padahal, pada awal tahun ini, harga minyak dunia masih berada pada level 66 dollar AS per barrel.
Kondisi ini pun membuat industri migas berdarah-darah.
Saat ini BP mempekerjakan 15.000 orang pegawai di Inggris saja. Dikabarkan, sebagian besar PHK akan berdampak pada para pegawai yang bekerja di kantor.
“Membuat BP menjadi perusahaan yang lebih ramping, dapat berlari kencang, dan menghasilkan karbon yang lebih rendah selalu menjadi bagian dari rencana,” ujar Looney.
“Namun kemudian pandemi virus corona terjadi. Anda sudah menyadarinya, di luar tragedi kemanusiaan, bahwa ini akan memberi dampak ekonomi yang luas, termasuk konsekuensi untuk industri dan perusahaan kita,” jelas dia.