Sukabumi – Sebanyak 2.700 perusahaan di Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi dan Cianjur yang terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK). Tercatat ratusan perusahaan masuk kategori diragukan dan macet. Beragam sanksi berdasarkan aturan akan ditegakkan bila perusahaan itu tetap ngeyel.
“Ada 300-an diantaranya status tak patuh. Kenakalan ini berdasar pada macet iuran dan status meragukan, sanksi sesuai aturan akan kita lakukan kalau mereka masih ngeyel soal hak dan jaminan pekerja,” kata Kepala Cabang BPJS TK Sukabumi Emir Syarif Ismel kepada detikcom, Rabu (14/11/2018).
Penegakan sesuai aturan, menurut Emir, solusi akhir bagi perusahaan yang berstatus diragukan dan macet itu jika tetap tidak patuh. “Dari data tersebut, informasi yang saya terima dari staf, beberapa di antaranya dari perusahaan asing, ini tidak membuat kami gentar karena pergerakan kami berdasarkan Undang Undang dan aturan yang ada,” tuturnya.
Emir menjelaskan soal aturan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam aturan itu, sanksi pada Pasal 55 yang memuat soal perusahaan yang tidak patuh, bisa kena sanksi pidana kurungan 8 tahun hingga denda Rp 1 miliar.
“Tentu tidak serta merta kita kenakan aturan itu, ada surat peringatan hingga teguran. Langkah awal, kita bekerja sama dengan kejaksaan untuk melakukan langkah tegas bersifat administratif kepada perusahaan yang tidak patuh atau nakal,” ucap Emir.
2.700 perusahaan itu berada di Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, sesuai cakupan wilayah kerja BPJS TK Sukabumi.
“Dalam waktu dekat kita akan mendatangi mereka, untuk mengecek kenapa sampai statusnya seperti itu. Kalau kunjungan tidak menjadi solusi juga jerat sesuai aturan akan kita tegakan,” ujar dia menegaskan.
“Ini yang mesti pekerja dan pemberi kerja tahu, ada asuransi yang akan menjamin mereka ketika terjadi kecelakaan kerja. Saya juga mendengar ada oknum perusahaan yang diduga menilap setoran BPJS TK pekerjanya. Jadi ketika si pekerja ini mengalami kecelakaan, dia tidak tertanggung dan bayar biaya pengobatan sendiri, kondisi ini kita harapkan jangan kembali terulang,” tutur Emir.
(sya/bbn)