JAKARTA, KOMPAS.com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan menggelar aksi besar-besaran bila Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan.
KSPI menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang drafnya telah diserahkan pemerintah ke DPR RI.
Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, hukum ketenagakerjaan harus mengandung prinsip kepastian pekerjaan, jaminan pendapatan, dan kepastian jaminan sosial. Namun, ia menilai RUU tersebut sama sekali tak tecermin adanya ketiga prinsip yang disebutkan.
“Karena tiga prinsip tadi tidak terdapat dalam RUU Cipta Kerja, maka KSPI menyatakan dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja Omnibus Law,” kata Iqbal dalam siaran pers, Jakarta, Minggu (16/2/2020).
Selain itu, menurut dia, ada 9 alasan KSPI menolak isi RUU Cipta Kerja, khususnya untuk klaster ketenagakerjaan, di antaranya terkait upah minimum, pesangon, outsourcing, karyawan kontrak, dan waktu kerja yang dinilai eksploitatif.
Selanjutnya, KSPI juga menilai RUU Cipta Kerja berpotensi membuat tenaga kerja asing buruh kasar atau unskill worker bebas masuk ke Indonesia, membuat jaminan sosial hilang, PHK dipermudah, dan hilangnya sanksi pidana untuk pengusaha.
Selain itu, dalam RUU Cipta Kerja, upah minimun hanya didasarkan pada upah minimum provinsi (UMP). KSPI menilai upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) akan dihapus.
“Jika yang berlaku hanya UMP, maka upah pekerja di Karawang yang saat ini Rp 4,5 juta bisa turun menjadi hanya Rp 1,81 juta,” katanya.
Selain itu, tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah. Padahal, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, pengusaha yang terlambat membayar upah bisa dikenakan denda keterlambatan.
“Dampaknya, pengusaha akan semena-mena dalam membayar upah kepada buruh,” ujarnya.
Terkait uang pesangon, KSPI juga menilai RUU Cipta Kerja akan membuat sebagian hak pekerja hilang. Selama ini pesangon ada tiga komponen, yakni uang pesangon itu sendiri, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak.
Sementara dalam RUU Cipta Kerja, uang penggantian hak dihilangkan. Sedangkan uang penghargaan masa kerja dari maksimal 10 bulan hanya menjadi 8 bulan.
“Bilamana RUU Cipta Kerja ini tetap dipaksakan disahkan, maka KSPI dan buruh Indonesia akan menggelar aksi besar-besaran secara nasional dan di daerah terus-menerus. Aksi besar akan dimulai saat sidang paripurna DPR RI yang akan membahas Omnibus Law ini,” katanya.