JAKARTA, KOMPAS.com – Serikat buruh siap bertarung mengajukan gugatan judicial review terhadap UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengaku mulai membentuk tim hukum untuk melakukan proses uji materiil UU Cipta Kerja.
Ada dua advokat senior yang ikut membantu buruh mengajukan gugatan ke MK, yakni Hotma Sitompul dan mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alfons Kurnia Palma.
Tim ini juga diketuai langsung oleh Sekjen KSPSI Hermanto Achmad.
Andi Gani menyatakan, pihaknya mengajak dua advokat senior untuk semakin menguatkan barisan tim hukum buruh di MK. Menurut dia, kedua advokat ini ikut serta tanpa dibayar alias gratis.
Andi Gani mengatakan, sampai saat ini masih menunggu draf aturan UU Cipta Kerja yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, UU Cipta Kerja sudah ada penomorannya, jelas pasal-pasalnya dan ditandatangani secara sah oleh Presiden Jokowi, maka pengajuan gugatan akan langsung dilakukan.
“Dalam 1 kali 24 jam jika UU Cipta Kerja ditandatangani Presiden Jokowi, besoknya buruh pasti akan langsung menyampaikan gugatan ke MK,” jelas Andi Gani dalam keterangannya, Senin (12/10/2020).
Ia menyebut, banyak advokat senior yang menyatakan siap bergabung dalam tim hukum buruh untuk mengajukan gugatan ke MK.
“Kami memilih jalur konstitusional mengajukan judicial review ke MK tentu menunjukkan gerakan buruh tidak hanya kekuatan dengan aksi,” tutur Andi Gani.
Menurutnya, persiapan untuk mengajukan judicial review sudah 90 persen secara materi gugatan. Sambil menunggu, imbuhnya, pihaknya juga bakal melakuka lobi ke Presiden Jokowi untuk melihat secara lebih mendalam UU Cipta Kerja terus dilakukan.
Selain itu, kata Andi Gani, aksi-aksi demonstrasi buruh didaerah tetap dilakukan. Namun, secara terukur dan tidak anarkis.
“Kami tidak bisa mencegah demo di daerah-daerah. Itu hak pribadi setiap orang, tapi jelas kalau buruh demo itu selalu ikut aturan konfederasi,” jelasnya.
Sementara itu, Presiden KSPI Said Iqbal menambahkan, total ada 32 federasi yang akan mengajukan gugatan judicial review ke MK. Menurutnya, UU Cipta Kerja secara prosedural banyak menabrak aturan.
“Penolakan ini lagi-lagi bukan untuk menghambat investasi. Penolakan ini bukan kami tidak setuju dengan penciptaan lapangan kerja. Ini kami lakukan bahwa kami sadar banyak pasal-pasal di UU Cipta Kerja mereduksi atau mengurangi hak-hak buruh,” ujarnya.