Jakarta – Massa Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menggelar aksi di jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Mereka menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga menolak UU Ketenagakerjaan yang dinilai hanya mengakomodasi pengusaha dan pemerintah.
“Tuntutannya menolak kenaikan iuran BPJS. Kedua, menolak UU Ketenagakerjaan versi pengusaha dan pemerintah. Ketiga, hentikan represintitas terhadap gerakan rakyat, baik pemuda, mahasiswa, perempuan, buruh, termasuk pelajar,” kata Ketua KASBI Nining Elitos di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).
Mereka juga meminta polisi melepas orang-orang yang diamankan saat demonstrasi berujung ricuh pada September 2019. Massa aksi juga meminta pemerintah melibatkan berbagai stakeholder dalam menyusun revisi UU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Minerba hingga revisi UU Ketenagakerjaan.
“Kita mendesak kepada pemerintah agar tidak melakukan revisi ke UU yang pasalnya ngawur. Mau UU RKUHP, UU Pertanahan, UU Air Minerba, dan Ketenagakerjaan. Artinya, pemerintah harus melibatkan semua stakeholder yang kemudian proses dan kemudian keterbukaan tranparansinya harus dibuka,” ujarnya.
Menurutnya, dalam rencana revisi yang sudah dibahas sejumlah pasal dinilai dipaksakan dan tak transparan. Dia juga meminta pemerintah tidak mematikan daya kritis pemuda.
“Pemerintah hari ini walau hari ini bilang baik-baik saja, tapi ada kondisi yang tidak baik,” tuturnya.
“Apa yang kami suarakan ini adalah murni kepentingan rakyat, bukan hanya sekadar dikasih instruksi. Kalau kita ingat 5 tahun sebelum Jokowi-Ma’ruf, tapi Jokowi-JK, pada saat itu bagaimana menjanjikan hidup layak upah layak kerja, tapi dalam faktanya, Kebijakan itu dikeluarkan dalam PP 78 yang bertentangan,” sambungnya.
Selain itu, dia juga menyebut ada dugaan intervensi yang membuat para peserta aksi dari daerah lain tak bisa ikut aksi di Jakarta. Dia menilai hal itu menunjukkan negara yang antikritik.
“Bagi kami menyampaikan, ketika ada intervensi, menyampaikan bahwa orang tidak boleh turun ke jalan walau itu imbauan atau apa pun, itu adalah bentuk intervensi. Artinya negara ini anti kritik. Misalkan di Bandung. PO bus-nya di intimidasi, diancam, trayeknya dicabut izinnya karena bawa massa,” tutur Nining.