JAKARTA, KOMPAS.com – PT Sucofindo (Persero) digugat para mantan karyawannya karena perselisian hak sebesar Rp 16 miliar.
Gugatan dilakukan melalui Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat (28/6/2019) lalu.
Bersama tim kuasa hukum Dalimunthe & Tampubolon (DNT) Lawyers, eks karyawan Sucofindo mengajukan gugatan perselisihan hak sebesar Rp 16 milliar.
Lalu, seperti apa riwayat salah satu perusahaan di komando Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari masa ke masa?
PT Sucofindo didirikan pada 22 Oktober 1956 oleh Republik Indonesia bersama dengan Societe Generale de Surveillance Holding SA (SGS) merupakan Perusahaan inspeksi terbesar di dunia yang berpusat di Jenewa, Swiss. Sucofindo merupakan perusahaan inspeksi pertama dan kemudian menjadi terbesar di Indonesia sampai saat ini.
“Keberadaan Sucofindo diawali sebagai Lembaga Penyelenggara Perusahaan Industri (LPPI). Pada tahun, 1956 lembaga ini ditransformasi oleh pemerintah menjadi perusahaan joint venture bekerja sama dengan SGS, Jenewa-Swiss dengan komposisi saham masing-masing sebesar 50 persen. Dalam perjalanan bisnis Sucofindo, komposisi tersebut berubah menjadi 5 persen SGS dan 95 persen Republik Indonesia,” tulis Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam laman resminya, BUMN.go.id dikutip Kompas.com, Jakart, Senin (1/7/2019).
Bisnis Sucofindo bemula dari menyediakan jasa Pemeriksaan dan Pengawasan di bidang perdagangan terutama komoditas pertanian serta membantu pemerintah dalam menjamin kelancaran arus barang dan pengamanan devisa negara dalam perdagangan ekspor-impor.
Seiring dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha, Sucofindo melakukan langkah kreatif dan inovatif dalam menawarkan jasa-jasa terkait lainnya.
“Pengembangan jasa tersebut mencakup warehousing dan forwarding, analytical laboratories, industrial and marine engineering, dan fumigation and industrial hygiene,” lanjut penjelasan tersebut.
Keanekaragaman jenis jasa Sucofindo dikemas secara terpadu, didukung oleh tenaga profesional yang ahli di bidangnya, kemitraan usaha strategis dengan beberapa institusi internasional serta jaringan kerja laboratorium, cabang dan titik layanan yang tersebar di berbagai kota di Indonesia telah memberikan nilai tambah terhadap layanan yang diberikan Sucofindo.
Sampai dengan usia 57 tahun, selain jasa di atas, Sucofindo telah mengembangkan jasanya di bidang usaha sertifikasi, audit, assessment, konsultasi, pelatihan dan berbagai kegiatan penunjang terkait, di antaranya pada sektor Pertanian, Kehutanan, Pertambangan (Migas dan Non Migas), Konstruksi, Industri Pengolahan, Kelautan, Perikanan, Pemerintah, Transportasi, Sistem Informatika dan Energi Terbarukan.
“Kompetensi dan pengalaman di bidang inspeksi, supervisi, pengkajian dan pengujian, serta jaringan yang luas, ditunjang dengan laboratorium yang terintegrasi serta layanan yang prima menjadi elemen utama untuk menjadi Perusahaan inspeksi nasional terbesar di Indonesia. Melalui pendekatan sistem manajemen terpadu dan sebagai organisasi pembelajar yang menghasilkan jasa-jasa yang inovatif, ke depannya Sucofindo bertekad untuk senantiasa meningkatkan pelayanan dan kemampuan daya saingnya dalam menghadapi pasar global,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum eks karyawan Sucofindo, Nasrul Dongoran, mengatakan, kasus ini bermula saat Sucofindo mengeluarkan kebijakan percepatan pensiun bagi pegawai dalam rangka penataan komposisi SDM pada 2017.
Akibatnya, sekitar 90 pegawai diputuskan untuk dipercepat pensiunnya dengan janji akan diberikan hak-hak antara lain jaminan hari tua (JHT) dan tunjangan hari tua (THT).
“Sayangnya, jumlah hak yang diberikan tidak sesuai, bertentangan dan melanggar perjanjian kerja bersama,” ujarnya kepada Kompas.com.
“Dan juga tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), yang seharusnya ditaati oleh perusahaan,” kata dia.
Sementara manajemen Sucofindo saat dimintai tanggapan oleh Kompas.com mengenai hal tersebut, enggan memberikan komentar.