Merdeka.com – Pemerintah Indonesia menyambut baik hasil referendum perjanjian IE-CEPA yang digelar di Swiss pada Minggu, 7 Maret 2021. Mayoritas rakyat Swiss atau sebesar 51,6 persen mendukung implementasi perjanjian IE-CEPA yang telah ditandatangani pada Desember 2018, setelah melalui perundingan yang berlangsung selama delapan tahun dengan 15 putaran.
Perjanjian IE-CEPA merupakan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan negara-negara EFTA (European Free Trade Association) yang beranggotakan Swiss, Norwegia, Islandia dan Liechtenstein. Pasca penandatanganan perjanjian tersebut, masing-masing negara perlu melakukan proses ratifikasi.
Norwegia dan Islandia sendiri telah menyelesaikan proses ratifikasi, sementara proses ratifikasi Swiss menghadapi tantangan penolakan berupa petisi dari salah satu LSM Swiss karena isu komoditas kelapa sawit Indonesia yang dituduh merusak lingkungan. Sesuai hukum yang berlaku di Swiss, ratifikasi perjanjian tersebut perlu melalui persetujuan publik melalui referendum.
“Hasil referendum ini menunjukkan bahwa kampanye negatif yang dilancarkan terhadap komoditas kelapa sawit tidak mendapatkan dukungan dari publik Swiss. Hal ini menunjukkan pengakuan internasional terhadap konsistensi dan komitmen Indonesia dalam menjalankan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (8/3).
Menko Airlangga menyebut, perjanjian komprehensif IE-CEPA mencakup perdagangan barang dan jasa, investasi dan peningkatan kapasitas. Melalui perjanjian ini, produk-produk Indonesia akan mendapatkan akses pasar berupa konsesi penghapusan dan pengurangan tarif sehingga akan lebih kompetitif ke pasar EFTA.
“Ratifikasi dan implementasi perjanjian Indonesia-EFTA CEPA ini menandai dimulainya babak baru bagi hubungan kerja sama ekonomi Indonesia dengan negara- negara Eropa. Perjanjian ini diharapkan mampu meningkatkan potensi ekspor produk-produk Indonesia ke pasar Eropa, menarik minat investasi asing khususnya dari Eropa serta menciptakan ekonomi Indonesia yang lebih berdaya saing,” tekannya.
Airlangga menambahkan, Indonesia juga akan mendapatkan penghapusan 7.042 pos tarif Swiss dan Liechtenstein, 6.338 pos tarif Norwegia dan 8.100 pos tarif Islandia. Total ekspor Indonesia ke pasar EFTA pada tahun 2020 mencapai USD 3,4 M dengan neraca surplus bagi Indonesia sebesar USD 1,6 M.
“Penyelesaian proses ratifikasi perjanjian ini berlangsung di tengah berlanjutnya ketidakpastian perdagangan global dan kondisi pandemi Covid-19 yang berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Di tengah situasi ini, hasil referendum ini akan memberikan sinyal positif kepada dunia bahwa hubungan ekonomi yang bersahabat, melalui sebuah perjanjian kemitraan merupakan pilihan terbaik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.
Oleh karena itu, dia meyakini hasil referendum ini membawa hasil yang positif bagi Indonesia, karena dengan hasil ini berarti kerja sama IE-CEPA dapat dilanjutkan. Sehingga sekitar 8.000 – 9.000 produk Indonesia akan diberikan fasilitas tarif Bea Masuk sebesar 0 persen.
“Selama 5 tahun terakhir, Indonesia rata rata mengekspor USD 1,3 Miliar ke negara-negara yg tergabung dalam EFTA (Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein),” tandasnya.