JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia dan Jepang sepakat menjalin kerja sama di bidang penempatan tenaga kerja berketerampilan spesifik atau Specified Skilled Worker (SSW) untuk bekerja di Jepang.
Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Cooperation (MoC) oleh Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri dan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Indonesia, Mr. Masafumi Ishii.
“Kerja sama ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja usia produktif di Jepang. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk mengisi jabatan-jabatan di sektor formal yang banyak dibutuhkan di Jepang,” ujar Hanif di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Saat ini hingga beberapa tahun ke depan, Jepang mengalami kekurangan tenaga kerja dan masalah penuaan penduduk. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dengan usia produktif, Jepang harus merekrut tenaga kerja asing.
Untuk menghadapi masalah tersebut, pada 1 April 2019, Pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan baru terkait regulasi keimigrasian, yaitu residential status baru bagi SSW (TKA berketerampilan spesifik) yang akan bekerja ke Jepang.
Melalui kebijakan residential status tersebut, Pemerintah Jepang membuka peluang kerja pada 14 sektor bagi tenaga kerja asing SSW. Total kuota SSW untuk seluruh negara, termasuk Indonesia adalah 345.150 tenaga kerja.
Sektor-sektor pekerjaan yang dibutuhkan antara lain Care worker; Building Cleaning Management; Machine Parts and Tooling Industries, Industrial Machiner, Industry Electric, Electronics, and Information Industries Construction Industries Shipbuilding and Ship Machinery Industr,Automobile repair and maintenance,Aviation Industry, Accomodation Industry,Agriculture, Fishery and Aquacultur,Manufacture of food and beverages dan Food service industry.
“Berdasarkan arahan Wakil Presiden (Jusuf Kalla), Pemerintah Indonesia menargetkan agar tenaga kerja Indonesia dapat memenuhi 20 persen atau 70 ribu orang dari kuota tersebut,” kata Hanif.
Hanif menjelaskan, Kemnaker sendiri tengah fokus menggenjot peningkatan kompetensi SDM melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Optimalisasi ini dilakukan agar lulusan BLK mampu bersaing di dunia industri, baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk di Jepang.
“Kita harus menyesuaikan sistem dan kurikulum pelatihan di BLK dengan kebutuhan sektor industri di Jepang sehingga lulusan BLK sesuai dengan standar yang diharapkan, termasuk juga kemampuan Bahasa Jepang,” sebut dia.
“Pemerintah Indonesia harus mengikuti standar kerja di Jepang sebagai standar kompetensi kerja (SKK) khusus yang akan menjadi standar dan pedoman dalam proses pelatihan maupun uji kompetensi bagi calon tenaga kerja yang nantinya akan bekerja di Jepang,” lanjut Hanif.
Sementara itu, Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker, Maruli A. Hassoloan, menambahkan, kandidat tenaga kerja berketerampilan spesifik atau SSW terbagi ke dalam 4 kategori. Pertama, New comer (calon pekerja migran Indonesia yang tidak memiliki pengalaman magang di Jepang dan berangkat bekerja ke Jepang dari Indonesia).
Kedua, Ex-TIT in Indonesia (calon pekerja migran Indonesia yang memiliki pengalaman magang/Technical Intern Trainee (TIT) di Jepang dan berangkat bekerja ke Jepang dari Indonesia). Ketiga, Ex-TIT in Japan (calon pekerja migran Indonesia yang telah menyelesaikan program magang di Jepang dan melanjutkan bekerja di Jepang).
Keempat, Student (calon pekerja migran Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan formal di Jepang dan melanjutkan bekerja di Jepang).
Sesuai kesepakatan, khusus bagi para alumni peserta magang atau ex-TIT akan mendapat pengecualian tidak mengikuti tes bahasa maupun keterampilan (skills).
Oleh sebab itu, untuk penempatan di bawah skema SSW dalam waktu dekat, akan diutamakan bagi para ex-TIT Program.
“Adanya penandatanganan MoC di bidang penempatan tenaga kerja yang memiliki keterampilan spesifik atau Specified Skilled Worker (SSW) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Jepang diharapkan dapat mempererat hubungan kedua negara yang sudah lama terjalin,” kata Maruli.