JABARNEWS | BANDUNG – Kasus perburuhan yang terjadi di PT Dada Indonesia, yang berlokasi di Sadang, Desa Ciwangi, Kecamatan Bungursari, Kabupaten Purwakarta, disinyalir bisa memicu terjadinya gejolak di kalangan buruh di Jawa Barat. Khususnya di kalangan pengusaha Korea yang bergerak di bidang garmen.
“Kasus ini sangat vital, kita khawatir kasus ini memicu terjadinya gejolak di kalangan para pekerja yang bekerja di pengusaha Korea. Karena saat ini pun banyak perusahaan yang kondisinya lagi menurun,” jelas Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Barat, Roy Jinto, saat dihubungi jabarnews.com, Rabu (31/10/2018).
Diungkapkan Roy, memang sebelumnya PT Dada Indonesia ini sudah ada tanda-tanda keterpurukan. Hal itu ditandai dengan seringnya keterlambatan pembayaran upah. Bahkan, pembayaran upah pun dilakukan secara menyicil.
“PT Dada itu sudah ada gejala sebelumnya, yaitu dengan adanya keterlambatan pembayaran upah dan waktu itu pernah kita rundingkan. Pembayaran upah dicicil dan itu sudah dilaporkan ke Disnaker dan sudah difasilitasi, kemudian pekerja itu tanggal 29-30 (Oktober) diliburkan dan masuk 31 (Oktober), hari ini,” katanya.
Namun demikian, lanjutnya, saat para pekerja akan masuk kerja, ada pengumuman bahwa perusahaan ditutup. Padahal, sebelumnya tidak ada pemberitahuan mengenai hal tersebut.
“Itu yang buat teman-teman pekerja merasa terpukul dan kecewa karena sejak awal tidak ada pemberitahuan perusahaan akan ditutup,” katanya.
Seharusnya, lanjut Roy, menurut aturan penutupan perusahaan itu minimal ada pemberitahuan ke Disnaker 7 hari sebelumnya.
“Itu tidak dipenuhi dan melanggar aturan. Dia harus menjelaskan juga alasan penutupannya itu karena apa, dan apakah itu tutup sementara atau selamanya. Dan bagaimana hak-hak para karyawan. Hak=hak karyawan mengenai pesangon upah dan lainya. Itu harus terpenuhi oleh pihak perusahan. Tidak boleh perusahaan meninggalkan tanggung jawab begitu saja kepada karyawannya,” katanya.
Menurutnya, ada kewajiban perusahaan ketika perusahaan itu tutup untuk membayar upah, pesangon, dan lainnya. Oleh karena itulah hal tersebut yang saat ini sedang dirundingkan.
“Apa perusahaan itu kabur atau tidak saya belum tahu, tapi diharap tidak kabur dan meninggalkan tanggung jawab. Kita minta Pemerintah Indonesia untuk bekerja sama dengan Kedutaan Korea. Kalau kabur minta dihadirkan ke Indonesia, supaya tidak mengefek ke perusahaan-perusahaan lain,” katanya.
Menurutnya, hal itu sangat penting. Jangan sampai investasi yang dilakukan para pengusaha Korea malah menimbulkan gejolak dan tidak bertanggung jawab jika terjadi permasalahan.
“Ini harus ada jaminan garansi siapa saja yang berinvestasi bisa memenuhi hak-hak buruhnya. Yang jelas kasus ini bisa menimbulkan gejolak bagi buruh di perusahaan lain. Karena akan ada kecemasan dari teman buruh yang bekerja di pengusaha Korea, Kita tidak mau kasus ini jadi efek dan dicontoh perusahaan lain. Sehingga harus ada perhatian pemerintah kabupaten kota, provinsi, dan pusat,” katanya. (Wan)