JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memberikan pujian kepada perusahaan yang tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) selama pandemi Covid-19.
“Aplaus untuk perusahaan yang masih mempekerjakan pekerjanya. Terima kasih luar biasa atas dedikasinya masih mau mempertahankan pekerjanya dan masih bisa bertahan dalam kondisi sulit ini,” ujarnya melalui tayangan virtual Pembukaan OBK di BBPLK Bekasi, Kamis (18/2/2021).
Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan pada 2020, sekitar 88 persen perusahaan terdampak pandemi Covid-19. Pandemi membuat perusahaan rugi.
Namun dari 88 persen perusahaan yang terdampak pandemi, hanya terdapat 17,8 persen perusahaan yang memberlakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), 25,6 persen yang merumahkan pekerjanya, dan 10 persen yang melakukan keduanya.
“Memang ada yang terpaksa melakukan PHK. Kalau melihat data cukup kecil sebenarnya 17,8 persen yang melakukan pemutusan hubungan kerja. Dibanding tadi 88 persen mengalami dampak pandemi, tapi bersyukur sekali lagi, hanya 17,8 persen perusahaan yang melakukan PHK,” kata Menaker.
Ia kembali menjelaskan, 88 persen perusahaan yang mengalami kerugian tersebut umumnya disebabkan menurunnya penjualan yang berakibat pada pengurangan volume produksi.
Dari survei Kemenaker, juga didapatkan informasi, meskipun mengalami kerugian operasional dan pengurangan volume produksi, sebagian besar perusahaan tetap mempekerjakan pekerjanya.
Di samping itu, dirinya mengingatkan pentingnya membangun sinergi dan kolaborasi antara BLK dengan stakeholders, khususnya dari dunia usaha dan industri sebagai pengguna tenaga kerja.
Dengan dilakukannya sinergi maka dapat dipastikan nantinya peserta lulusan pelatihan telah sesuai dengan kebutuhan industri dan lebih mudah terserap. Pada akhirnya, program pelatihan vokasi akan mengurangi biaya dan investasi SDM bagi industri sehingga tercipta simbiosis mutualisme antara BLK dan industri.
Adapun bentuk sinergi dan kolaborasi yang dapat dilakukan diantaranya dalam hal informasi pasar kerja, pengembangan kurikulum dan pengajaran, pengembangan standar kompetensi kerja dan kualifikasi nasional, sertifikasi kompetensi, On the Job Training (OJT), peningkatan keterampilan wirausaha, pengembangan training center di industri, dan bahkan menjadi co-manage lembaga pelatihan.