Jakarta – Pengusaha tekstil mengeluhkan gempuran produk impor yang mengganggu pasar dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Sintesis dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Ravi Shankar menilai market Indonesia mengalami kritis.
Dia menjelaskan bahwa pemain terbesar di industri hulu adalah China dan India. Sementara sektor hilir adalah Vietnam dan Bangladesh. Karena kapasitas produksi negara-negara ini besar, mereka mencari pasar di Indonesia.
“Jadi karena daya saing kita problem, dan negara yang tadi bersaing itu sudah bikin skala dunia kapasitasnya. Mereka punya kelebihan kapasitas, mau tembus ke market Indonesia. Jadi market Indonesia sekarang dalam kondisi kritis karena barang masuk, barang hulu, barang hilir, garmen semuanya,” kata dia ditemui di Kantor BKPM, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
Dia menjelaskan bahwa negara-negara tersebut memiliki biaya produksi yang lebih bersaing ketimbang Indonesia.
“Indonesia kuat, tapi saat ini tekstil lagi dalam kondisi kritis. Kenapa? itu ya pertama reformasi itu kita cost-nya naik, sambil negara yang bersaing,” sebutnya.
Pemerintah perlu memberi dukungan kebijakan agar industri dalam negeri menguasai pasar, yang mana ujung-ujungnya juga untuk mendorong ekspor.
“Jadi dalam konteks itu, itu kita bahas perlu jangka panjang policy (kebijakan). Pasar dalam negeri itu harus kita bisa kuasai. Kepastian prioritas buat produk dalam negeri itu perlu kita utamakan. Dari situ muncul bagaimana bisa meningkatkan ekspor,” ujarnya.
Pihaknya pun hari ini sudah bertemu dengan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia untuk memberikan masukan ke pemerintah.
“Kan daya saingnya harus itu, itu juga kita bahas ada beberapa policy yang meningkatkan cost kami atau yang untuk kelancaran bisnis, itu kita bahas,” tambahnya.