Jakarta – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan produk impor jadi salah satu penyebab tutupnya pabrik tekstil di Indonesia. Pada September saja Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat 9-10 pabrik sudah tutup.
Bahlil menjelaskan ada tiga faktor yang bikin pabrik tekstil gulung tikar, yaitu upah tenaga kerja, produk impor dan biaya produksi.
“Yang pertama tenaga kerja, upah, upah itu sudah mulai naik. Yang kedua penetrasi impor tinggi. Dan yang ketiga memang HPP (harga pokok produksi) kita, bahan baku di sini kan memang agak mahal karena mesin-mesin kita agak tua perlu peremajaan,” kata dia di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
Namun Bahlil masih menunggu data dari asosiasi soal jumlah pabrik yang sudah tutup hingga kini.
“Belum, kita belum punya data, kita nanti data teknisnya saya lagi minta teman-teman API dan APSyFI (Asosiasi Produsen Serat Sintesis dan Benang Filamen Indonesia) untuk melaporkan di hari Rabu. Kami akan tindak lanjuti di Rabu,” jelasnya.
Ketua Umum APSyFI Ravi Shankar, dalam kesempatan tersebut mengatakan ada beberapa faktor yang membuat tekstil Indonesia tidak kompetitif.
“Kita sudah sampaikan beberapa permasalahan yang membuat kita tidak kompetitif, masalah gas, masalah PLN, masalah aturan perpajakan, masalah aturan kepabeanan, lingkungan,” ujarnya.
Untuk itu pihaknya berharap BKPM bisa mengharmonisasikan kebijakan antar kementerian/lembaga.
“Kadang-kadang kepentingan ini ada beberapa hal yang perlu disinkronisasikan. Kita harap BKPM bisa sinkronkan, harmonisasi regulasi, seperti itu,” tambahnya.
Sebelumnya diketahui, penerus bisnis Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) ada yang tak mau melanjutkan usaha karena lebih menarik mengembangkan bisnis lain di era digital.
Ketua Umum API Ade Sudrajat mengungkapkan sampai saat ini ada 9-10 pabrik tekstil yang sudah angkat bendera putih dan menutup usaha. Sayang, Ade tak merinci lokasi pabrik-pabrik tersebut.
“Ada 9-10 perusahaan give up dan tutup karena generasi kedua tak mau lagi membuat industri tekstil,” kata Ade dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (5/9/2019).