0 0
Read Time:1 Minute, 55 Second


RIBUAN karyawan pensiunan PTPN VIII yang tersebar di Jawa Barat dan Banten, mengeluhkan hak uang kadeudeuh yang sampai saat ini tak kunjung dibayarkan. Mereka menuntut managemen dan Direksi PTPN VIII segera mambayarkan hak dana pensiun tanpa dicicil, seperti yang tercantum dalam perjanjian kerja dan Surat Keputusan (SK) pensiun yang mereka terima.

Koordinator Pensiunan Sehati PTPN VIII, Agus Sudrajat mengatakan, sejak 2015 hingga 2018 pembayaran uang tersebut oleh manajemen PTPN VIII tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dana pensiun yang seharusnya mereka terima utuh, dicicil dengan nominal yang kecil.

Menurutnya, tunggakan yang harus dibayarkan oleh manajemen dari perusahaan negara yang memproduksi teh dan karet tersebut kepada para mantan pegawainya, kurang lebih mencapai Rp 300 miliar.

“Dalam perjanjian kerja dan SK Pensiun yang kami terima tidak ada kalimat dicicil. Jumlah karyawan yang pensiun sejak 2015 hingga 2018 itu ada 5.430 karyawan, tersebar di Jabar dan Banten. Uang pesangon atau kadeudeuh yang seharusnya dibayarkan tunai justru dicicil dengan besaran 5 persen, 10 persen, 12,5 persen dan terakhir 30 persen. Itu dibayar setiap kami tagih dan diberikan sebelum hari lebaran tiba,” ujar Agus di Soreang, Kab. Bandung, Selasa (12/3/2019).

Dampak dari dicicilnya uang pesangaon ini, kata Agus, merugikan para mantan pegawai PTPN VIII yang rata-rata telah mengabdi di atas 30 tahun. Padahal, uang kadeudeuh itu sangat mereka harapkan untuk menopang perekonomian keluarga.

“Kalau nominalnya dari yang terendah itu sekitar Rp 35 juta dan terbesar Rp 600 juta per karyawan. Kalau saja dibayarkan secara utuh, kan bisa buat modal usaha, biaya pendidikan anak dan lainnya. Tapi karena dicicil dengan nilai yang kecil, tidak bisa dipakai untuk keperluan yang besar,” ungkapnya.

Dirinya melanjutkan, selama ini pihaknya terus menuntut hak mereka kepada jajaran Direksi PTPN VIII. Namun, pihak Direksi selalu beralasan saat ini perusahaan tak memiliki uang dan performa perusahaan terus menurun dikarenakan penjualan produk teh dan karet sedang tidak bagus.

“Bukannya kami tidak mau tahu urusan itu, tapi kan ini tetap hak kami yang harus dibayarkan. Toh kami sudah mengabdi mengeluarkan tenaga untuk perusahaan ini. Sedangkan kondisi perusahaan menurun itu kan saat ini dan kedepannya, bukan ketika kami masih bekerja,” katanya.

Langkah selanjutnya yang akan ditempuh, lanjut Agus, pihaknya akan mengadukan nasib mereka ke Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Presiden RI dan juga kepada Gubernur dan para Kepala Daerah yang di wilayahnya terdapat perusahaan plat merah itu beroperasi.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By kspsi

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *