JAKARTA, KOMPAS.com – PT Sepatu Bata Tbk (BATA) digugat oleh empat pegawainya. Mereka adalah Budiharta, Donny Hilianton, Agus Setiawan, dan Abdullah.
Selain itu, mereka juga menggugat tiga direksi Bata, yakni Inderpreet Sigh Bhatia, Ricardo Lumalessil, dan Piyush Gupta.
Perkara tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 859/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL pada 2 November 2018 lalu.
Kuasa para penggugat Kusnadi dari Kusnadi & Partner mengatakan, gugatan dilayangkan karena para direksi melakukan perbuatan melawan hukum.
“Para penggugat mulanya diberi surat peringatan, terkait masalah apa juga saya kurang paham. Hanya saja kemudian para penggugat diminta untuk mengundurkan diri, jika tidak dilaksanakan diancam pidana,” katanya seperti dikutip dari Kontan.co.id, di Jakarta, Kamis (27/12/2018).
Sementara perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tergugat menurut Kusnadi, lantaran perseroan tak pernah membentuk lembaga bipartit, sebagaimana kewajiban dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam pasal 106 ayat (1) beleid ketenegakerjaan tersebut memang disebutkan, perusahaan yang memperkerjakan 50 pekerja atau lebih wajib membentuk lembaga bipartit. Lembaga ini berfungsi jadi penengah antara pekerja dan perusahaan ihwal ketenagakerjaan.
“Perbuatan melawan hukum intinya adalah jika ada regulasi yang dilanggar. Para penggugat sebenarnya juga tidak masalah mengundurkan diri asalkan seluruh haknya hingga pensiun dilaksanakan perseroan,” sambung Kusnadi.
Dalam petitum gugatannya Kusnadi menyebutkan, para penggugat minta ganti rugi material senilai Rp 10 miliar, dan imaterial senilai Rp 5 miliar.
Sementara kuasa hukum Bata, Basrizal dari Kantor Hukum AFS & Rekan menilai, gugatan yang dilayangkan empat pegawai ini kabur atau obscuur libel.
“Saya sebenarnya baru ditunjuk, dalam sidang-sidang sebelumnya bukan saya kuasa hukumnya. Tapi menurut saya gugatan ini kabur, karena sampai saat ini pun para penggugat masih bekerja dan perseroan masih menjalankan hak-haknya kepada mereka,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Oleh karenanya, Basrizal mengatakan, Bata pun akan membuka opsi damai dan mengikuti proses mediasi yang baru ditetapkan oleh Ketua Majelis Hakim Lenny Wati Mulasimadhi dalam sidang.
“Prinsipnya kami terbuka untuk berdamai, karena menurut saya pun sebenarnya memang tidak ada masalah,” sambung Basrizal.
Hakim Lenny pun dalam sidang telah menunjuk hakim mediator. Ia juga meminta agar proses mediasi dapat berjalan dengan baik, sehingga para pihak dapat berdamai. (Anggar Septiadi)