Merdeka.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, nilai tukar Rupiah mengalami pergerakan yang dinamis mengikuti sentimen global sepanjang 2020. Pada bulan Maret dan April terjadi gelombang capital out flow akibat kepanikan global.
Kondisi tersebut membuat nilai tukar semua negara ini melemah, tak terkecuali Indonesia. Maka, pemerintah pun mengambil langkah-langkah untuk melakukan stabilitas nilai tukar Rupiah.
“Pada Maret dan April terjadi gelombang capital out flow akibat kepanikan global karena pandemi sehingga nilai tukar semua negara ini naik,” kata Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna DPR-RI, Jakarta, Kamis (15/7).
Berbagai langkah yang diambil tersebut akhirnya mampu membuat rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap menjadi Rp14.577 per USD. Angka ini membuat Rupiah cenderung melemah dibandingkan dengan rata-rata tahun 2019 sebesar Rp 14.146 per USD.
“Ini cenderung lemah dibandingkan dengan nilai tukar tahun 2019 sebesar Rp14.146 per USD,” kata dia.
Kembali stabilnya volatilitas pasar keuangan mendorong pulihnya aliran modal ke pasar keuangan domestik. Peningkatan Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur yang menandai terjadinya pemulihan ekonomi, perkembangan neraca perdagangan, dan optimisme perkembangan vaksinasi di dalam negeri menjadi sentimen positif pasar keuangan domestik yang berkontribusi positif menopang nilai tukar Rupiah.
Cadangan Devisa
Meski nilai tukar Rupiah tertekan, cadangan devisa negara pada akhir 2020 tetap tinggi. Tercatat sebesar USD 135,9 miliar, lebih baik dari akhir tahun 2019 sebesar USD 129,18 miliar. Dari cadangan tersebut ekuivalen dengan pembiayaan 10,2 impor dan berada di atas standar ketentuan internasional.
Sementara itu, di tengah situasi yang dipengaruhi Covid-19 kinerja neraca perdagangan justru mengalami surplus hingga USD 21,72 miliar. Meroket dari capaian tahun 2019 yang mengalami defisit sebesar USD 3,59 miliar.
“Neraca Perdagangan mengalami surplus yang melonjak tinggi dari 2019 yang mengalami defisit sebesar USD 3,59 miliar,” kata dia.
Capaian ini lanjut Sri Mulyani dipengaruhi impor non-migas yang menurun dan berasal dari neraca perdagangan migas yang masih mengalami defisit. Sehingga kinerja Neraca Perdagangan sepanjang tahun 2020 tersebut berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.