JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah buruh dari beberapa serikat pekerja melakukan aksi demonstrasi di Bundaran Patung Kuda Arjuna Wijaya, tepatnya di depan pintu Monas pada Senin (12/4/2021).
Mereka berunjuk rasa mengungkapkan beberapa tuntutan, salah satunya meminta pemerintah menetapkan aturan agar pengusaha membayar tunjangan hari raya (THR) Lebaran 2021 secara penuh.
Kalangan buruh menolak pembayaran THR dilakukan secara dicicil seperti tahun 2020.
Kompas.com merangkum suara para buruh terkait kebijakan THR sebagai berikut.
1. Perusahaan tidak punya alasan
Salah satu buruh yang mengikuti aksi demo, Yanti (41), berpendapat, perusahaan tidak memiliki alasan untuk menunda atau mencicil hak yang seharusnya diterima buruh menjelang hari raya.
Yanti tidak menerima alasan kerugian akibat Covid-19 menjadi penyebab perusahaan mencicil THR mereka.
“Tidak ada satu alasan pun untuk pengusaha mencicil THR dengan alasan Covid-19. Karena ruginya pengusaha itu bukan rugi, tapi keuntungannya yang berkurang,” kata Yanti.
“Itu bukan benar-benar rugi, jadi tidak ada alasan untuk perusahaan mana pun menunda atau mencicil THR,” sambungnya.
2. THR untuk tutupi kebutuhan
Yanti menyebutkan, selain dipakai untuk menyiapkan kebutuhan hari raya, THR juga untuk menutupi kebutuhan yang tidak terpenuhi pada bulan-bulan sebelumnya.
“THR memang kebutuhan kan, walaupun pemerintah sekarang melarang untuk pulang kampung, tapi THR itu kan bisa digunakan untuk keperluan Lebaran, banyak kebutuhan yang harus kami keluarkan,” kata Yanti.
“Tidak bisa dipungkiri kami juga perlu menggunakan THR untuk kebutuhan lain karena kan dengan Covid-19 ini banyak gaji yang dicicil, itu bisa ditutupi dengan THR,” tambahnya.
Yanti mengaku, beberapa bulan sejak pandemi, dia sempat dirumahkan dan hanya mendapat setengah dari upahnya. Hal itu membuat Yanti harus sekuat tenaga memenuhi kebutuhannya.
3. Kehilangan momen Lebaran
Hal senada juga dikatakan Daniel Afrian, buruh lainnya yang ikut berdemo.
Daniel mengatakan, dia kemungkinan tidak akan menikmati momen Lebaran seperti biasa apabila THR dicicil.
“Nah sekarang posisinya menjelang hari raya dari tradisi kebiasaan untuk pulang kampung dan kebutuhan di hari raya itu pasti akan lebih banyak dari hari biasanya,” ucap Daniel.
“Jika sampai THR dicicil itu pasti akan berdampak sekali bagi kami pekerja kecil ini, seperti makanan yang akan disediakan yang setahun sekali kita makan di hari raya itu, tapi ketika THR dicicil ya mungkin kita enggak bisa dapat momen seperti itu,” tuturnya.
4. Minta diskusi terbuka
Menurut Daniel, para pengusaha yang mengaku merugi selama masa pandemi tak pernah memberikan bukti kepada para pekerja.
Ia berharap ada diskusi yang terbuka antara pengusaha dengan para buruh terkait hal itu.
“Sekarang kan begini, kalaupun memang ada kerugian, kita sama-sama duduk bareng, cuma kenyataannya di lapangan pengusahanya bicara rugi, tapi tidak pernah ada pembuktian,” ujar Daniel.
5. Tanggapan soal denda telat bayar THR
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Ramidi memberikan tanggapan terkait rencana pemerintah yang akan memberikan sanksi denda kepada perusahaan atau pengusaha yang telat membayarkan THR 2021 secara penuh sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ramidi menyebutkan, sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan aturan yang sama terkait sanksi pada 2020.
Namun, dia menilai aturan itu tidak berjalan dengan semestinya.
“Tunjukkan kepada kami para pekerja buruh kalau warning itu akan efektif karena buktinya tahun 2020 mungkin ratusan perusahaan melanggar ketentuan itu tapi enggak diapa-apain,” tutur Ramidi, Senin (12/4/2021).
“Maka tunjukkan kepada kami. Tahun 2020 pun diterapkan seperti itu, tapi mana hasilnya?” lanjutnya.
Pemerintah telah mewajibkan para pengusaha untuk membayar THR 2021 secara penuh atau tanpa dicicil.
Oleh karena itu, buruh meminta pengusaha menaati dan melaksanakan aturan yang telah ditetapkan pemerintah.