0 0
Read Time:2 Minute, 19 Second


JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Ketegakerjaan M Hanif Dhakiri menyatakan merintah ke depan akan semakin fokus untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Bagaimanapun, SDM yang terampil menjadi kunci untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

“SDM juga harus melek teknologi. Jika SDM di Indonesia melek teknologi, maka ekonomi kita bisa tumbuh hingga 7 persen,” kata Menteri Ketenagakerjaan pada acara Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan 2018 di Kantor Kementrian Ketenaga Kerjaan (Kemnaker), Senin (19/11/2018).

Hanif menambahkan, pembangunan ketenagakerjaan selama 4 tahun terakhir menunjukan kemajuan yang cukup baik. Di mana, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mencapai 67,26 persen, tingkat pengangguran berada yang rendah yakni 5,34 persen, serta tingkat pekerja yang bekerja sektor formal mencapai 43,16 persen.

“Karena itu, Indonesia memiliki modal yang cukup kuat untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia sebagaimana hasil riset McKinsey Global Institute yang meramalkan Indonesia menjadi negara ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030,” ujar dia.

Menurut ILO, seperti sebut Hanif, bahwa 56 persen tenaga kerja di seluruh dunia akan mengalami shifting dalam 10-20 tahun ke depan. Artinya, SDM yang dibangun juga mesti siap. Walaupun satu sisi akan mengurangi tenaga kerja di beberapa sektor.

“Tapi penciptaan lapangan kerjanya juga akan besar, (sekitar) jutaan lapangan kerja baru,” tutur Hanif.

Dia menyampaikan, untuk shifting ini tentu akan bertahap karena pengusaha juga akan melihat dinamika secara global terlebih dulu.

“Kalau di luar negeri belum terlalu cepat pasti disini juga tidak akan terlalu cepat. Sektor-sektor yang menggunakan teknologi tentu saja menjadi sektor yang tentu akan terpengaruh dengan perkembangan dan perubahan di IT. Perbankan, retail, logistik, diantaranya itu,” jelas Hanif.

Sementara itu, Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia Rhenald Kasali dalam acara ini menjabarkan bahwa bahwa gelombang shifting melanda di semua sektor. Termasuk di sektor ketenagakerjaan. Karena itu, seluruh pihak harus mampu membaca arah perkembangan teknologi.

“Kuncinya, tentu kita harus melakukan upskilling dan retraining tenaga kerja. Agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan di era teknologi. Sebab, pekerjaan-pekerjaan yang kita kenal pada abad ke-20, perlahan-lahan akan digantikan oleh pekerjaan-pekerjaan baru berbasis teknologi,” kata Rhenald dalam kesempatan yang sama.

Rhenald menambahkan, pekerjaan-pekerjaan lama bisa saja tetap dibutuhkan, sepanjang pelaku bisa memperkaya diri dengan aplikasi teknologi. Karena itu, semua harus bergerak. Termasuk pemerintah dan para pemimpin di daerah.

Dia juga membeberkan bahwa sektor industri perbankan akan “berdarah-darah” di tahun 2019. Hal ini karena banyak fintech yang mulai mendistrupsi industri keuangan baik secara nasional maupun global. Selain itu distrupsi bidang teknologi juga membuat pergeseran beberapa lapangan pekerjaan dibidang ini misalnya petugas teller di kantor-kantor cabang bank.

“Bank sekarang sudah tidak tambah buka kantor cabang, teller sudah tidak diperlukan karena orang ke kantor cabang sudah jarang. Berarti bank tidak lagi perlu tenaga kerja yang besar seperti dulu, tapi bank akan membuat anak usaha, akan rangkul fintech,” ujar Rhenald.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By kspsi

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *