Jakarta, CNBC Indonesia – Era disrupsi melanda seluruh aspek ekonomi, tak terkecuali sektor ketenagakerjaan. Automasi dan digitalisasi membuat banyak pekerjaan akan hilang.
McKinsey Global Institute meriset akan ada 375 juta tenaga kerja yang tergusur akibat pesatnya perkembangan teknologi. Namun di sisi lain, digitalisasi ekonomi juga melahirkan bisnis-bisnis baru, sekaligus membuka jutaan lapangan kerja baru.
Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia, Renald Kasali, menyebut, industri media massa tidak dapat lepas dari situasi ini. “Segala sesuatu yang berbasis cetak akan terpengaruh,” ungkapnya di Jakarta, Senin (19/11/2018).
Lebih jauh, dia memprediksi dalam beberapa tahun ke depan cetakan uang akan berkurang “Indikasinya CEO IMF sudah ngomong, lagi riset dan mengarah pada digital. Percetakan Al Kitab, Al Qur’an berubah jadi digital” urainya
Yang unik, bisnis penerbitan buku justru masih cukup menjanjikan. Kasali menilai, orang Indonesia lebih gemar membaca buku berbasis cetak ketimbang buku digital.
Sektor lain yang juga perlu diperhatikan yakni bisnis perhotelan. Saat ini, lanjut Kasali, banyak hotel mengalami over suplai.
“Karena sekarang apartemen bisa disewakan. Tempat kos bisa disewakan untuk turis. Di Bali rumah kost bisa disewakan untuk turis. Karena ada sharing kamar, misal satu rumah, ada satu anak kuliah, satu kamar kosong, jadi bisa dibuka. Dulu kan gak bisa,” urainya.
Sektor industri semen, lanjutnya, juga over suplai. “Maka Holcim dijual ke Semen Indonesia. Datanya 102 juta ton,” tuturnya lagi.
Di sisi lain, banyak lapangan kerja tercipta, terutama sektor industri yang memungkinkan berbisnis tanpa perlu sewa tempat. Dalam hal ini, produksi bisa dilakukan di mana saja seperti di rumah, kedai kopi, dan tempat lain.
“Misalnya juga dikerjakan oleh keluarga dan anggota. Seperti restoran, bisa dibikin di rumah diantar pakai go food. Ini bisa disebut bekerja tanpa jobs. Hitungan statistik demografi harus berubah. Dia di rumah seakan akan tidak bekerja padahal dia bekerja. Kalau ditanya dia kerja apa? Hobi, tapi dapat duit. Kalau di statistik dia masuk kategori pengangguran,” pungkasnya. (hps/hps)